Adapun hikmatnya keimanan kepada taqdir itu ialah supaya kekuatan dan kecakapan manusia itu dapat mencapai kepada pengertian untuk menyadari adanya peraturan dan ketentuan-ketentuan Tuhan. sebagaimana juga halnya keimanan kepada taqdir itu akan menghubungkan manusia pada Tuhan yang Maha Mengetahui yang Maujud ini. Demikianlah sehingga manusia itu akan mengangkat dirinya kepada sifat-sifat yang luhur dan mulia. Akhirnya ia akan menjadi seorang yang enggan diperintah, tabah menghadapi kesukaran, berani membela yang hak, berhati baja untuk merealisasikan hal-hal yang benar serta menetapi segala kewajiban yang dipikulkan kepadanya.
Segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini hanyalah berjalan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Dzat yang Maha Tinggi. Oleh sebab itu, jikalau ia tertimpah oleh kemadlaratan, iapun tidak akan menyesal, tetapi sebaliknya jikalau ia dilimpahi pertolongan dan keuntungan, iapun tidak bergembira sehingga lupa daratan. Maka itulah seorang manusia yang lurus, terpuji dapat mencapai arah keluhuran dan ketinggian yang teratas sekali.
frman Allah Ta'ala:
,,Tidak ada suatu musibah (bencana) yang terjadi di bumi atau yang mengenai dirimu semua itu melainkan telah tercantum dalam kitab catatan sebelum Kami laksanakan terjadinya. Sesungguhnya hal yang demikian itu bagi Allah adalah suatu hal yang mudah sekali.
Perlunya ialah supaya kamu semua tidak berduka cita terhadap apa yang lepas dari tanganmu dan tidak pula bangga terhadap apa yang diberikan oleh Allah padamu. Allah tidak mencintai setiap orang yang sombong serta membanggakan diri sendiri." (QS. Hadid 22-23)
Pada suatu hari Rasulullah saw. masuk kerumah Ali karramallahu wajhah sehabis sholat isya. Saat itu dilihat menantunya sudah masuk tidur dan terlampau awal, dan Beliau bersabda:
,, Alangkah baiknya kalau kamu bangun dari sebagian waktu malam (untuk sholat sunat)."
Ali ra. menjawa: ,,Ya Rasulullah, diri kita semua ini adalah dalam genggaman kekuatan Allah. Jikalau Tuhan menghendaki tentu ditariknya kembali."
mendengar jawaban itu Rasulullah saw. tampak marah Beliau saw, langsung keluar sambil memukul2 pahanya dan bersabda:,,Sungguh-sungguh manusia itu amat banyak sekali membantah."
Kisah dalam pemerintahan Umar ra. ada suatu pencurian, setelah pencuri itu tertangkap dan dibawa kehadapan Umar ra. lalu ditanya.
,,Mengapa engkau mencuri??."
pencuri itu menjawab: ,,Memang Allah sudah menakdirkan demikian ini atas diriku."
Umar ra sangat marah sekali lantas berkata:,,Pukul saja orang itu 30 kali dengan cemeti lalu potong tangannya."
lalu orang2 yg berada di situ bertanya:,,Mengapa hukumannya diberatkan seperti itu?."
Beliau menjawab:,, Tangannya di potong karena dia telah mencuri, wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah."
Dengan bersendikan pengertian yang benar sebagaimana diatas, maka lawanlah kemiskinan dengan bekerja giat, kebodohan dilawan dengan menuntut ilmu, penyakit dengan pengobatan, kekufuran dengan kemaksiatan dilawan dengan jihad dan lebih dari itu, Beliau saw. selalu memohon perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari malapetaka kesedihan, kesusaha, kelemahan, kemalasan dll.
Peperangan-perangan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang banyak mendapatkan kemenangan yang gilang gemilang itu tidak lain hanyalah salah satu kenyataan Iradah atau kehendak Allah Ta'ala yang tertinggi yang semuanya itu berjalan sesuai dengan kemauan dan takdir-Nya yg tercantum sejak jaman Azali.
Diriwayatkan oleh Jabir ra. dari Rasulullah saw. sabdanya:
,,Pada akhir Zaman nanti akan ada suatu golongan yang berbuat kemaksiatan, kemudian mereka berkata:,,Allah menakdirkan perbuatan itu kita lakukan."
Orang yang menentang pendapat mereka (yang salah) pada zaman itu adalah bagaikan orang yang menghunus pedangnya fi sabilillah."
itulah takdir yang seyogyanya kita maklumi perihal makna dan pengertiannya. Adapun segala sesuatu yang ada dibalik pengertian takdir yg semacam diatas, maka sama sekali kita tdk boleh mengadakan pembahasannya ataupun berselisih pendapat tentang perihal itu, sebab yang demikian itu adalah termasuk rahasia Allah Ta'ala yang pasti tidak dapat di capai oleh akal fikiran dan tidak pula dapat diselidiki oleh siapapun juga.
Pencegahan semacam ini hanyalah dilakukan terhadap sesuatu pertanyaan yang berhubungan langsung dengan ketentuan Allah Ta'ala dalam cara mengatur perihal kehidupan atau kematian, kelapangan rizki atau kesempitannya dan lain-lain lagi . Jadi bukan sekali-kali yang mengenai persoalan takdir itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar