Halaman

Februari 05, 2011

HAK

Fitrah, manusia menuntut hak-demi-hak-nya. Memang sudah semestinya. Menyepelekan haknya sama saja dengan menyepelekan fitrahnya. Lebih jauh, mengabaikan eksistensinya. Manusia yang terabaikan tetaplah manusia, meski harap maklum: sisi naluri mempertahankan dirinya akan mendorongnya tuk berontak. Ada garis batas abstrak antara kesabaran dan kemurkaan, antara ketundukan dan pemberontakan. Yang sabar, yang murka, yang tunduk, dan yang berontak adalah manusia yang sama memiliki otak, akal, fitrah, kesadaran, kewarasan, dan bahkan keimanan. Dalam artian, mereka adalah manusia benaran, bukan siluman. Manusia yang terabaikan hak-haknya bagaimanapun sabarnya menjalani kehidupan, adalah tipikal sempurna seorang calon pemberontak yang tangguh. Seringkali, kekecewaan atas penyepelean eksistensi bermula dari hal-hal yang dipandang remeh temeh oleh satu pihak, padahal penting bagi pihak lain. Remeh dan Sepele seringkali adalah perkara yang subjektif dan relatif. Tak ada alasan untuk meremehkan dan menyepelekan manusia lain. Betapapun rendahnya posisi seseorang dalam pandanganmu, hormatilah ia sebagai manusia, karena Tuhan mu telah menciptakannya bukan untuk disepelekan. Fa'tabirû yâ ulil albâb... ***Medan, 05 Pebruari 2011***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar